Selasa, 15 Januari 2013

Indonesia Maritime Institute

Jauh sebelum masa kemerdekaan, Indonesia ternyata sudah dikenal dunia sebagai sebagai Bangsa yang memiliki Peradaban maritim maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan pada awal abad ke-9 Masehi.
Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mamapu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia, maupun di seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya.
Tidak hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.
Tentu saja, Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwasannya Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.
Fakta sejarah lain yang menandakan bahwa Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa Maritim dan tidak bisa dipungkiri, yakni dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah dibeberapa belahan pulau. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.
Namun, ironisnya dalam perjalanan kedepan bangsa Indonesia, Visi mritim Indonesia seperti jauh ditenggelamkan. Pasalnya, sejak masa kolonial Belanda abad ke -18, masyarakat Indonesia mulai dibatasi untuk berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda, padahal sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara, dan peletak dasar kemaritiman Ammana Gappa di Sulawesi Selatan.  Belum lagi, pengikisan semangat maritim Bangsa ini dengan menggenjot masyarakat untuk melakukan aktivitas agraris demi kepentingan kaum kolonialis semata.
Akibatnya, budaya maritim bangsa Indonesia memasuki masa suram. Kondisi ini kemudian berlanjut dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia sebagai bangsa maritim. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat kurangnya investasi.
Patut disadari, bahwa kejayaan para pendahulu negeri ini dikarenakan kemampuan mereka membaca potensi yang mereka miliki. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa negara ini disegani oleh negara-negara lain.
Maka, sudah saatnya, bagi kita yang sudah tertinggal jauh dengan negara lainnya, untuk kembali menyadari dan membaca ulang narasi besar maritim Indonesia yang pernah diikrarkan dalam Unclos 1982.
Didalamnya banyak termaktub peluang besar Indonesia sebagai negara kepulauan. Namun, lagi-lagi lemahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap kemaritiman yang didalamnya mencakup, keluatan, Pesisir, dan perikanan, maka beberapa kerugian yang didapatkan. Seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002 dengan alasan “ineffective occupation” atau wilayah yang diterlantarkan.
Minimnya keberpihakan kepada sektor maritim (maritime policy) salah satunya menyebabkan masih semrawutnya penataan selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa; hal lainnya adalah pelabuhan dalam negeri belum menjadi international hub port, ZEE yang masih terlantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas, serta makin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan semakin meningkatnya penyelundupan di perairan Indonesia.
Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga aspek, yaitu; alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik.
Terkait dengan visi pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata, tentunya, seiring dengan tujuan tersebut, maka dibutuhkan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dicapai. Karena, pemanfaatan potensi sumber daya nasional secara berlebihan dan tak terkendali dapat merusak atau mempercepat berkurangnya sumber daya nasional.
Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan sektor laut dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional serta senantiasa diarahkan pada kepentingan asasi bangsa Indonesia.
Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia.
Oleh karena itu, sebagai suatu langkah yang konkrit, dibutuhkan semangat yang konsisten dan kerja-kerja nyata demi mengembalikan kejayaan maritim bangsa Indonesia. Tentunya, juga diperlukan suatu gerakan moral untuk terus mengumandangkan semangat maritim ini pada semua lapisan masyarakat Indonesia untuk kembali menyadari keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sebuah gerakan yang berintegritas tinggi UNTUK MENGEMBALIKAN KEJAYAAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM TERBESAR DI DUNIA.
Tentunya Mengembalikan semangat maritim itu tidak mudah, diperlukan upaya yang serius dari semua elemen bangsa. Namun, bukan mustahil jika Indonesia Maritime Institute, akan menjadi pelopor dari gerakan mengembalikan sejarah keemasan Indonesia sebagai bangsa yang ber-Visi maritim. Karena harus disadari, bagaimanapun gagasan ini lahir dari sebuah realita kehidupan masyarakat Indonesia yang sebenarnya lebih banyak bersentuhan langsung dengan dunia maritim. Mereka hidup dan beninteraksi langsung dengan kekayaan sumberdaya laut yang begitu besar. Tapi tragis, sekian lama kehidupan mereka sangat memprihatinkan. Dari generasi ke generasi mereka selalu mendapat predikat masyarakat miskin. Inilah potret masyarakat maritim yang seharunya menjadi garda terdepan pembangunan nasional Indonesia yang secara de fakto berada pada suatu wilayah dengan luas lautan 75 persen dari luas wilayahnya dan merupakan negara kepualaun terbesar di dunia.
Disamping itu, keterpurukan bangsa Indonesia yang mulai dirasakan sekarang ini karena kebijakan pembangunan nasional yang sekian tahun berorintasi ke continental based, padahal potensi dan realita sebagai Negara Kepulauan harusnya visi maritime menjadi landasan utama dalam menetukan arah kebijakan pembangunan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar