Tragedi kecelakaan
Transportasi kembali terjadi, kali ini adalah tubrukan kapal laut di
Selat Sunda antara kapal Feri Ro-Ro (roll-on roll-off) KM. Bahuga Jaya
dengan kapal tanker MT. Norgas Cathinka. Tabrakan tersebut terjadi
antara pukul 04:00 – 05:00 pagi. Akibat kecelakaan itu KM. Bahuga Jaya
tenggelam satu jam setelahnya. Tercatat 8 orang meninggal dunia.
Melihat dari
kronologis kecelakaan yang beredar bahwa Kapal Tanker menabrak Lambung
Kanan KM. Bahuga Jaya. Saya jadi teringat kembali dengan pelajaran
Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) tahun 1972
Mengacu pada Collision
Regulasion yang didalam bahasa Indonesia disebut Peraturan pencegahan
Tubrukan di laut (P2TL) Kapal Feri Roro ada pada posisi yang salah,
mengapa? Sebab dalam aturan menyilang (aturan 15) disebutkan bahwa “
kapal yang melihat kapal lain di lambung kanannya, wajib merubah haluan
ke kanan, sehingga haluannya memotong buritan (belakang) kapal itu.
(lihat gambar)
#Analisa Kecelakaan Berdasarkan Posisi Tabrakan#
Dalam kejadian ini,
terlihat bahwa kapal Feri Ro-Ro tetap bertahan dengan haluannya dan
kapal Tanker MT. Norgas merasa dalam posisi yang benar juga “bertahan”
dengan posisinya. Sekalipun disebutkan ada tindakan merubah haluan, tapi
jarak yang sudah terlalu dekat maka kecelakaan tak bisa dihindari.
Secara posisi kapal,
kapal Tanker MT. Norgas Catinkha sudah benar, tapi harus dilihat juga
didalam aturan P2TL disebutkan, bahwa dalam rangka menghindari Tubrukan,
setiap kapal wajib mengusahakan agar tidak terjadi tubrukan, misalnya
membunyikan suling kapal, berkomunikasi melalui Radio VHF, ataupun
cahaya yang tujuannya agar dapat menarik perhatian kapal lain, yang
mungkin saja seluruh awak kapal dalam kondisi keracunan gas misalnya
sehingga kapal berjalan seperti kapal hantu, atau dikarenakan kelalaian
ABK, tidur saat jaga. Sudahkah kedua kapal melakukan itu?
Sebagai Seorang Pelaut
Kapal Niaga, saya sangat Faham dengan kejadian ini. Jam 04-06 pagi
adalah waktu yang rawan terjadinya kecelakaan. Karena masih dalam
keadaan setengah sadar. Terkadang setelah naik ke Anjungan pun masih
dalam kondisi mengantuk.
Kondisi setengah sadar
ini sangat berbahaya dalam mengambil keputusan, karena keputusannya
juga akan setengah-setengah. Ada beberapa pilihan saat itu, yaitu
berkomunikasi dengan Radio VHF untuk menyetujui di lambung mana kedua
kapal akan bertemu, atau langsung merubah haluan yang ekstrim untuk
menghindari kecelakaan, yang tujuannya meminimalisir kerusakan, dengan
catatan harus dalam jarak yang cukup untuk menghindar.
Terlepas dari
pengalaman itu, tentu ini akan menjadi tugas dari pada KNKT, Syahbandar,
Mahkamah pelayaran, serta pihak Asuransi untuk mengungkap Fakta dibalik
kejadian ini.
Kepada seluruh keluarga Korban
kami mengucapkan Turut Berduka Cita yang mendalam, semoga diberikan
Kesabaran dalam menerima Cobaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar